Korbankan Rp 67 Triliun buat Gas Murah Industri, Negara Dapat Apa?

First welding pembangunan pipa transmisi gas bumi Cirebon-Semarang (Cisem) Tahap 2 oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Batang, Senin (30/09/2024). (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membeberkan bahwa pemerintah telah “mengorbankan” potensi pendapatan negara hingga Rp 67 triliun selama 2021-2024 untuk program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).

Bahlil menegaskan kelanjutan program harga gas “murah” untuk industri tersebut jangan sampai merugikan negara lebih besar lagi dengan tidak ada kompensasi peningkatan pendapatan dari hasil stimulus tersebut.

Seperti diketahui, kebijakan HGBT yaitu pemerintah menetapkan harga gas bumi untuk tujuh sektor industri tertentu sebesar US$ 6 per MMBTU.

“HGBT selama 2021-2024 potensi pendapatan negara yang terkonversi menjadi HGBT itu sebesar Rp 67 triliun. Jadi jangan sampai semua gas kita kasih ke HGBT negara nggak dapat pendapatan,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/1/2025).

Bahlil menyebut, saat ini pihaknya tengah mengkaji adanya usulan tambahan sektor industri penerima HGBT tersebut. Saat ini, ada tujuh sektor industri penikmat harga gas “murah”, antara lain industri keramik, pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, kaca, dan sarung tangan karet.

“Nah sekarang kalau dari tujuh itu rasanya hampir bisa dapat dipastikan untuk dilanjutkan. Tetapi karena ada pengusulan tambahan. Nah pengusulan tambahan itu kita lagi menghitung secara ekonominya,” bebernya.

Dengan begitu, Bahlil mengatakan, pihaknya harus menghitung ulang nilai keekonomian dari HGBT yang akan diberikan pada tujuh sektor industri saat ini, beserta usulan tambahan sektor industri baru.

Setidaknya, Bahlil menilai, seharusnya negara bisa mendapatkan pemasukan dari konversi menjadi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) dari program HGBT di Indonesia yang direncanakan akan dilanjutkan untuk tahun 2025 ini.

“Jadi kita hitung betul, dia harus kita kasih (HGBT), tapi dia harus industri yang menciptakan lapangan pekerjaan. Terus gas itu menjadi bahan baku. Terus dia harus mengkonversi ke PPN atau PPh. Ini yang kita lagi hitung ya,” tandasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana pernah menyebutkan bahwa ada usulan tambahan industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dari Kementerian Perdagangan untuk tahun 2025 ini.

Dadan menyebutkan, sejatinya ada 258 industri penerima harga gas murah dari pemerintah hingga tahun 2024. Dadan mengatakan, saat ini yang masih berlaku adalah 7 sektor penerima HGBT di Indonesia.

Pihaknya, masih menunggu rapat dengan Presiden RI Prabowo Subianto untuk merumuskan perjanjian jual-beli gas sektor industri penerima HGBT. Seperti diketahui, HGBT ini ditetapkan US$ 6 per MMBTU.

“Ada yang usulannya itu ada dua jenis. Satu, yang sektor industrinya sama dengan yang sekarang yang existing, yang sudah berlaku, yang tujuh (sektor industri). Terus ada juga yang di luar itu. Nah, minggu lalu kan saya bilang untuk yang di luar itu perlu ada rapat yang dipimpin oleh Presiden. Nah ini kita belum memikirkan itu, tapi basisnya adalah bahwa gasnya sudah ada. Dia kan sudah punya perjanjian jual-beli gas sekarang,” jelasnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, dikutip Senin (13/1/2025).

Walaupun masih menunggu arahan lebih lanjut, Dadan menyebutkan pihaknya tetap memperhitungkan kecukupan penerimaan negara dan kecukupan dari pasokan gas untuk sektor industri penerima HGBT yang akan berlaku tahun 2025 ini.

“Kan sudah ada (Perjanjian Jual Beli Gas), tapi nanti komposisi penerimaan negara dan komposisi penerimaan dari KKKS itu akan berubah. Begitu komposisi yang HGBT-nya misalkan naik. Kan totalnya itu menjadi berkurang,” tambahnya.

Pihaknya saat ini tengah memperhitungkan keekonomian dari industri yang sudah menerima HGBT pada tahun 2024 lalu. Jika ada evaluasi penerima HGBT di Indonesia, maka pihaknya juga akan memperhitungkan keekonomian dari keputusan yang akan datang.

“Itu yang menjadi tahap kedua kalau bagi ESDM untuk yang baru. Untuk yang baru ini masih kita pelajari. Yang sedang saya proses itu untuk yang existing. Existing kan lebih jelas, sudah ada basis harga dari yang kemarin. Lebih cepat lah hitung-hitungnya. Tapi kita juga lagi mengerjakan juga,” paparnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*