
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat menyebut mereka memprioritaskan akses pendidikan anak, dalam menjawab gugatan hukum soal kebijakan jumlah rombongan belajar (rombel) per kelas 50 orang yang dilayangkan Forum Kepala Sekolah Swasta (FKSS) Jabar.
Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatma menyatakan bahwa kebijakan batasan rombel tersebut dilandasi kajian menyeluruh dari berbagai aspek, mulai dari yuridis, filosofis, hingga sosiologis, karena pemerintah memiliki kewajiban memastikan setiap anak usia sekolah bisa melanjutkan pendidikan tanpa terhambat oleh keterbatasan kuota atau kondisi ekonomi.
“Yang kita hadapi adalah potensi anak tidak melanjutkan sekolah. Ini menyangkut pelayanan dasar. Karena itu, kebijakan rombel ini adalah bentuk keberpihakan pada hak anak untuk mendapat pendidikan,” kata Herman di Bandung, Rabu.
Meski demikian, Herman menyatakan pihaknya siap menghadapi gugatan hukum soal rombel tingkat SMA yang dilayangkan FKSS. Dan dia menilai upaya ini merupakan bagian dari dinamika dalam negara hukum.
“Tidak apa-apa, ini negara demokrasi, negara hukum. Semua warga negara punya hak yang sama untuk mendapatkan keadilan. Salah satunya melalui mekanisme gugatan ke PTUN,” ujar Herman yang mengatakan telah menerima laporan awal dari Biro Hukum Pemprov Jabar.
Herman juga menyebut pihaknya akan menghadapi gugatan tersebut secara profesional dan siap menyampaikan argumentasi yuridis di hadapan pengadilan.
“Kami menghormati langkah FKSS, tapi tentu kami juga bersiap. Biro Hukum sudah mendalami materi gugatan. Kami akan mitigasi dan meyakinkan bahwa kebijakan Pak Gubernur adalah kebijakan yang akuntabel,” katanya.
Terlebih, kata Herman, kebijakan penambahan rombel tersebut tidak diambil secara sepihak, melainkan telah melalui konsultasi dengan kementerian terkait.
“Tentu tidak ada kebijakan yang sempurna, tapi ini adalah pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Tujuannya jelas, agar tidak ada anak di Jawa Barat yang tertinggal dari akses pendidikan,” tuturnya.